MA Batalkan Kenaikan Iuran Peserta Mandiri BPJS Kesehatan, Bagaimana Upaya Tutup Defisit?
Kamis, 12-03-2020 - 01:53:30 WIB
|
Foto:Ilustrasi BPJS
|
Jakarta, Liputanonline.com - Mahkamah Agung (MA) mengetok palu yang berdampak pada pembatalan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Lembaga peradilan tertinggi tersebut mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir.
Pada 2 Januari 2020, KPCDI menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung. Mereka minta itu dibatalkan. Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja, sampai dengan 100 persen.
Tony Samosir menyatakan alasan, pasien kronis cenderung mendapat diskriminasi dari perusahaan karena dianggap sudah tidak produktif lagi, sehingga rawan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan.
Kemudian, MA mengelar sidang putusan yang mengabulkan pembatalan tersebut. Vonis diambil majelis hakim yang beranggotakan Yoesran, Yodi Martono, dan Supandi pada 27 Februari 2020. Sedangkan keputusan pembatalan ini dikeluarkan pada Senin, 9 Maret 2020.
"Kabul permohonan hukum sebagian," tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com.
Dalam sidang putusan MA, hakim menilai bahwa kenaikan iuran tersebut bertentangan dengan banyak pasal. Salah satunya Pasal 34 ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 yang bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan yang lebih tinggi yakni Pasal 23, Pasal 28 H Jo, Pasal 34 Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Lalu Pasal 2, Pasal 4, Pasal 17 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Selain itu, bertentangan pula dengan Pasal 2, 3, dan 4 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial. Selanjutnya juga bertentangan dengan Pasal 4 Jo Pasal 5, dan Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Bunyi pasal yang dibatalkan yakni, Pasal 34:
(1) Iuran bagi Peserta PBPU dan Peserta BP yaitu sebesar:
a. Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.
b. Rp 110.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II; atau
c. Rp 160.000per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.
(2) Besaran Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2020.
Dengan demikian, maka majelis hakim memutuskan iuran BPJS Kesehatan kembali ke semula, yakni Kelas 3 sebesar Rp 25.500, kelas 2 Sebesar Rp 51.000 dan kelas 1 Sebesar Rp 80.000.
Tony Richard Samosir mengatakan, keputusan MA tersebut merupakan angin segar di tengah proses hukum di negeri ini yang seringkali mengalahkan rakyat kecil.
"Saya rasa rakyat kecil yang kemarin menjerit karena kenaikan iuran BPJS Kesehatan sebesar 100 persen akan senang menyambut keputusan MA ini. Dan KPCDI berharap pemerintah segera menjalankan keputusan ini, agar dapat meringankan beban biaya pengeluaran masyarakat kelas bawah setiap bulannya” ujar Tony.
Dia berharap, pemerintah, ataupun BPJS Kesehatan tidak lagi membuat keputusan dan kebijakan yang sifatnya dianggap mengakali atau mengelabui dari keputusan tersebut. "Jalankan keputusan MA dengan sebaik-baiknya. Toh ini yang menang rakyat Indonesia," ungkap Tony.
Sementara itu, pihak BPJS Kesehatan sendiri mengatakan belum menerima salinan putusan MA mengenai pembatalan kenaikan iuran.
"Sampai saat ini BPJS Kesehatan belum menerima salinan hasil putusan Mahkamah Agung tersebut, sehingga belum dapat memberikan komentar lebih lanjut," ungkap Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf.
Artikel ini telah tayang:
Sumber:Liputan6.com
Komentar Anda :