Penyidik KPK Dalami Setoran Eksportir Benur ke Edhy Prabowo
Senin, 28-12-2020 - 21:33:39 WIB
|
KPK mendalami dugaan pemberian uang eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dari PT Samudar Bahari Sukses. |
Jakarta, LIPUTANONLINE.com - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut penerimaan uang yang diterima mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo (EP) dari sejumlah perusahaan yang memperoleh izin ekspor benih lobster atau benur.
Salah satu perusahaan yang didalami adalah PT Samudra Bahari Sukses. Penyidik KPK sendiri telah merampungkan pemeriksaan terhadap seorang saksi bernama Willy selaku Direktur Utama perusahaan tersebut, Senin (28/12).
"Dikonfirmasi terkait dengan proses dan pelaksanaan ekspor benih benur lobster (BBL) yang dikerjakan oleh perusahaan saksi dan dugaan pemberian sejumlah uang dalam bentuk setoran kepada Tersangka EP melalui biaya kargo sebesar Rp1.800/ ekor BBL," ujar Plt Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri, Senin (28/12).
Pada hari ini, penyidik komisi antirasuah juga telah memeriksa Edhy sebagai Tersangka. Ali menyatakan pihaknya menelusuri aliran uang yang diduga melibatkan sekretaris pribadi Edhy, Amiril Mukminin. Ia juga merupakan tersangka dalam kasus ini.
"EP dikonfirmasi terkait dugaan penerimaan dan aliran sejumlah uang yang dikelola oleh Tersangka AM [Amiril Mukminin]," ucap Ali.
Perkara ini bermula ketika Edhy menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster. Ia menunjuk Andreau sebagai Ketua Tim Uji Tuntas dan Safri selaku Wakil Ketuanya.
Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, menuturkan pada awal bulan Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito datang ke kantor KKP di lt.16 dan bertemu dengan Safri.
"Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo (ACK) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor yang merupakan kesepakatan antara Amiril Mukminin dengan Andreau dan Siswadi," ujarnya.
Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564.
Selanjutnya PT DPP atas arahan Edhy melalui Tim Uji Tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK.
Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari Amri (AMR) dan Ahmad Bahtiar (ABT) yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy serta Yudi Surya Atmaja (YSA).
"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp9,8 miliar," tutur Nawawi.
Kemudian pada 5 November 2020 diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah satu bank atas nama Ainul Faqih (staf istri Menteri KKP) sebesar Rp3,4 miliar. Uang itu diperuntukkan bagi keperluan Edhy, istrinya Iis Rosita Dewi, Safri dan Andreau.
"Antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh Edhy dan Iis di Honolulu, AS, di tanggal 21-23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta di antaranya berupa Jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," terang Nawawi.
Ia menuturkan Edhy kembali menerima uang sebesar US$100 ribu dari Suharjito dan Amiril Mukminin pada Mei 2020.
"Selain itu, Safri dan Andreau pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp436 juta dari Ainul Faqih," pungkas Nawawi.
Edhy disangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sumber: CNN Indonesia.com
Komentar Anda :